Kamis, 03 April 2014

Apa Siih Mitigasi Bencana Itu???

Mitigasi bencana menurut  PP No. 21 Tahun 2008 Pasal 1 ayat 6 tentang penanggulangan bencana adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana.
Tujuan utama dari Mitigasi Bencana adalah sebagai berikut : 
1.   Mengurangi resiko/dampak yang ditimbulkan oleh bencana khususnya bagi penduduk, seperti korban jiwa ( kematian ), kerugian ekonomi ( economy costs ), dan kerusakan sumber daya alam.
2.       Sebagai landasan ( pedoman ) untuk perencanaan pembangunan.
3.   Meningkatkan pengetahuan masyarakat ( public awareness ) dalam menghadapi serta mengurangi dampak/resiko bencana, sehingga masyarakat dapat hidup dan bekerja dengan aman ( safe ).

Kegiatan mitigasi bencana di antaranya:
·      Pengenalan dan pemantauan risiko bencana


·      Perencanaan partisipatif penanggulangan bencana
·      Pengembangan budaya sadar bencana
·      Penerapan upaya fisik, nonfisik, dan pengaturan penanggulangan bencana
·      Identifikasi dan pengenalan terhadap sumber bahaya atau ancaman bencana
·      Pemantauan terhadap pengelolaan sumber daya alam
·      Pemantauan terhadap penggunaan teknologi tinggi


Langkah-langkah mitigasi bencana adalah sebagai berikut :
1.   Menghindari dampak suatu kejadian dengan melakukan perbaikan sistem berdasarkan pengalaman.

2.    Memperkecil dampak negatif yang ditimbulkan dengan pengetahuan yang dimiliki.
3.    Memperbaiki kerusakan dengan melakukan rehabilitas.
4.    Mengurangi atau menghilangkan dampak yang sedang terjadi dengan pengelolaan yang tepat dan efisien.
5. Memberi kompensasi melalui relokasi dan pembangunan fasilitas baru dengan pembuktian yang masuk akal.
6.    Memberikan perlakuan yang sebaik-baiknya kepada mereka yang terkena dampak.
7.    Memanfaatkan teknologi untuk menghasilkan dan mengatasi hal-hal yang mungkin terjadi dari sebuah kejadian.
8.    Membuat sebuah manajemen yang tepat dan terintegrasi sehingga semua kejadian dari peristiwa yang terjadi dapat terkoordinasi dan dampak yang ditimbulkan dapat seminimal mungkin.

Apa Siih Kebakaran Hutan Ituu??


Kebakaran Hutan adalah suatu keadaan di mana hutan dilanda api sehingga berakibat timbulnya kerugian ekosistem dan terancamnya kelestarian lingkungan. Menurut Kamus Kehutanan, Departemen Kehutanan Republik Indonesia. Kebakaran Hutan ( Wild Fire Free Burning, Forest Fire ) didefinisikan sebagai :
1.   Kebakaran yang tidak disebabkan oleh unsur kesengajaan yang mengakibatkan kerugian. Kebakaran terjadi karena faktor-faktor:
·         Alam ( misalnya musim kemarau yang terlalu lama )
·         Manusia ( misalnya karena kelalaian manusia membuat api di tengah-tengah hutan di musim kemarau atau di hutan-hutan yang mudah terbakar )
2.   Bentuk Kerusakan Hutan yang disebabkan oleh api di dalam areal hutan negara.

Ada 3 macam kebakaran hutan, jenis-jenis kebakaran hutan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1.    Api Permukaan atau Kebakaran Permukaan yaitu kebakaran yang terjadi pada lantai hutan dan membakar seresah, kayu-kayu kering dan tanaman bawah. Sifat api permukaan cepat merambat, nyalanya besar dan panas, namun cepat padam. Dalam kenyataannya semua tipe kebakaran berasal dari api permukaan.

2.    Api Tajuk atau Kebakaran Tajuk yaitu kebakaran yang membakar seluruh tajuk tanaman pokok terutama pada jenis-jenis hutan yang daunnya mudah terbakar. Apabila tajuk hutan cukup rapat, maka api yang terjadi cepat merambat dari satu tajuk ke tajuk yang lain. Hal ini tidak terjadi apabila tajuk-tajuk pohon penyusun tidak saling bersentuhan.
3.    Api Tanah adalah api yang membakar lapisan organik yang di bawah lantai hutan. Oleh karena sedikit udara dan bahan organik ini, kebakaran yang terjadi tidak ditandai dengan adanya nyala api. Penyebaran api juga sangat lambat, bahan api tertahan dalam waktu yang lama pada suatu tempat.

Kebakaran hutan merupakan salah satu penyebab kerusakan hutan yang paling besar dan bersifat sangat merugikan. Perbaikan kerusakan hutan akibat kebakaran memerlukan waktu yang lama, terlebih lagi untuk mengembalikannya menjadi hutan kembali. Oleh karena itu, kita perlu memperhatikan beberapa hal yang dapat menyebabkan kebakaran hutan. Faktor alam biasa terjadi pada musim kemarau ketika cuaca sangat panas. Namun, sebab utama dari kebakaran adalah pembukaan lahan yang meliputi:
·          Pembakaran lahan yang tidak terkendali sehingga merembet ke lahan lain
·          Pembukaan lahan tersebut dilaksanakan baik oleh masyarakat maupun perusahaan. Namun bila pembukaan lahan dilaksanakan dengan pembakaran dalam skala besar, kebakaran tersebut sulit terkendali. Pembukaan lahan dilaksanakan untuk usaha perkebunan, HTI, pertanian lahan kering, sonor dan mencari ikan. pembukaan lahan yang paling berbahaya adalah di daerah rawa/gambut.
·          Penggunaan lahan yang menjadikan lahan rawan kebakaran, misalnya di lahan bekas HPH dan di daerah yang beralang-alang.
·          Konflik antara pihak pemerintah, perusahaan dan masyarakat karena status lahan sengketa perusahaan-perusahaan kelapa sawit kemudian menyewa tenaga kerja dari luar untuk bekerja dan membakar lahan masyarakat lokal yang lahannya ingin diambil alih oleh perusahaan, untuk mengusir masyarakat. Kebakaran mengurangi nilai lahan dengan cara membuat lahan menjadi terdegradasi, dan dengan demikian perusahaan akan lebih mudah dapat mengambil alih lahan dengan melakukan pembayaran ganti rugi yang murah bagi penduduk asli.


sumber : www.youtube.com

·          Dalam beberapa kasus, penduduk lokal juga melakukan pembakaran untuk memprotes pengambil alihan lahan mereka oleh perusahaan kelapa sawit.
·          Tingkat pendapatan masyarakat yang relatif rendah, sehingga terpaksa memilih alternatif yang mudah, murah dan cepat untuk pembukaan lahan.
·          Kurangnya penegakan hukum terhadap perusahaan yang melanggar peraturan pembukaan lahan.

Penyebab kebakaran hutan yang lain, sebagai berikut:
·         Sambaran petir pada hutan yang kering karena musim kemarau yang panjang.
·         Kecerobohan manusia antara lain membuang puntung rokok secara sembarangan dan lupa mematikan api di perkemahan.
·         Aktivitas vulkanis seperti terkena aliran lahar atau awan panas dari letusan gunung berapi.


 Upaya Preventif Pencegahan Kebakaran Hutan
          Menurut UU No 45 Tahun 2004, pencegahan kebakaran hutan perlu dilakukan secara terpadu dari tingkat pusat, provinsi, daerah, sampai unit kesatuan pengelolaan hutan. Ada kesamaan bentuk pencegahan yang dilakukan diberbagai tingkat itu, yaitu penanggungjawab di setiap tingkat harus mengupayakan terbentuknya fungsi-fungsi berikut ini :
1.      Mapping : pembuatan peta kerawanan hutan di wilayah teritorialnya masing-masing. Fungsi ini bisa dilakukan dengan berbagai cara, namun yang lazim digunakan adalah 3 cara berikut:
• Pemetaan daerah rawan yang dibuat berdasarkan hasil olah data dari masa lalu maupun hasil prediksi
• Pemetaan daerah rawan yang dibuat seiring dengan adanya survai desa ( Partisipatory Rural Appraisal )
• Pemetaan daerah rawan dengan menggunakan Global Positioning System atau citra satelit
2.    Informasi : penyediaan sistem informasi kebakaran hutan.
Hal ini bisa dilakukan dengan pembuatan sistem deteksi dini (early warning system) di setiap tingkat. Deteksi dini dapat dilaksanakan dengan 2 cara berikut :
• analisis kondisi ekologis, sosial, dan ekonomi suatu wilayah
• pengolahan data hasil pengintaian petugas
3.    Sosialisasi : pengadaan penyuluhan, pembinaan dan pelatihan kepada masyarakat.
     Penyuluhan dimaksudkan agar menginformasikan kepada masyarakat di setiap wilayah mengenai bahaya dan dampak, serta peran aktivitas manusia yang seringkali memicu dan menyebabkan kebakaran hutan. Penyuluhan juga bisa menginformasikan kepada masayarakat mengenai daerah mana saja yang rawan terhadap kebakaran dan upaya pencegahannya. Pembinaan merupakan kegiatan yang mengajak masyarakat untuk dapat meminimalkan intensitas terjadinya kebakaran hutan. Sementara, pelatihan bertujuan untuk mempersiapkan masyarakat, khususnya yang tinggal di sekitar wilayah rawan kebakaran hutan,untuk melakukan tindakan awal dalam merespon kebakaran hutan.
4.    Standardisasi : pembuatan dan penggunaan SOP ( Standard Operating Procedure )
Untuk memudahkan tercapainya pelaksanaan program pencegahan kebakaran hutan maupun efektivitas dalam penanganan kebakaran hutan, diperlukan standar yang baku dalam berbagai hal berikut :
•    Metode pelaporan
Untuk menjamin adanya konsistensi dan keberlanjutan data yang masuk, khususnya data yang berkaitan dengan kebakaran hutan, harus diterapkan sistem pelaporan yang sederhana dan mudah dimengerti masyarakat. Ketika data yang masuk sudah lancar, diperlukan analisis yang tepat sehingga bisa dijadikan sebuah dasar untuk kebijakan yang tepat.
•    Peralatan
Standar minimal peralatan yang harus dimiliki oleh setiap daerah harus bisa diterapkan oleh pemerintah, meskipun standar ini bisa disesuaikan kembali sehubungan dengan potensi terjadinya kebakaran hutan, fasilitas pendukung, dan sumber daya manusia yang tersedia di daerah.
   Metode Pelatihan untuk Penanganan Kebakaran Hutan
Standardisasi ini perlu dilakukan untuk membentuk petugas penanganan kebakaran yang efisien dan efektif dalam mencegah maupun menangani kebakaran hutan yang terjadi. Adanya standardisasi ini akan memudahkan petugas penanganan kebakaran untuk segera mengambil inisiatif yang tepat dan jelas ketika terjadi kasus kebakaran hutan
5.    Supervisi : pemantauan dan pengawasan kepada pihak-pihak yang berkaitan langsung dengan hutan. Pemantauan adalah kegiatan untuk mendeteksi kemungkinan terjadinya perusakan lingkungan, sedangkan pengawasan adalah tindak lanjut dari hasil analisis pemantauan. Jadi, pemantauan berkaitan langsung dengan penyediaan data,kemudian pengawasan merupakan respon dari hasil olah data tersebut. Pemantauan, menurut kementerian lingkungan hidup, dibagi menjadi empat, yaitu :
·       Pemantauan terbuka :
      Pemantauan dengan cara mengamati langsung objek yang diamati. Contoh : patroli hutan
·       Pemantauan tertutup ( intelejen ) :
Pemantauan yang dilakukan dengan cara penyelidikan yang hanya diketahui oleh aparat tertentu.
·       Pemantauan pasif :
      Pemantauan yang dilakukan berdasarkan dokumen, laporan, dan keterangan dari data-data sekunder, termasuk laporan pemantauan tertutup.
·       Pemantauan aktif
Pemantauan dengan cara memeriksa langsung dan menghimpun data di lapangan secara primer. Contohnya : melakukan survei ke daerah-daerah rawan kebakaran hutan. Sedangkan, pengawasan dapat dilihat melalui 2 pendekatan, yaitu :
1.      Preventif : kegiatan pengawasan untuk pencegahan sebelum terjadinya perusakan lingkungan ( pembakaran hutan ). Contohnya : pengawasan untuk menentukan status ketika akan terjadi kebakaran hutan.
2.      Represif : kegiatan pengawasan yang bertujuan untuk menanggulangi perusakan yang sedang terjadi atau telah terjadi serta akibat-akibatnya sesudah terjadinya kerusakan lingkungan.
Untuk mendukung keberhasilan, upaya pencegahan yang sudah dikemukakan diatas, diperlukan berbagai pengembangan fasilitas pendukung yang meliputi :
1.    Pengembangan dan sosialisasi hasil pemetaan kawasan rawan kebakaran hutan
Hasil pemetaan sebisa mungkin dibuat sampai sedetail mungkin dan disebarkan pada berbagai instansi terkait sehingga bisa digunakan sebagai pedoman kegiatan institusi yang berkepentingan di setiap unit kawasan atau daerah.
      2.    Pengembangan organisasi penyelenggara Pencegahan Kebakaran Hutan
Pencegahan Kebakaran Hutan perlu dilakukan secara terpadu antar sektor, tingkatan dan daerah. Peran serta masyarakat menjadi kunci dari keberhasilan upaya pencegahan ini. Sementara itu, aparatur pemerintah, militer dan kepolisian, serta kalangan swasta perlu menyediakan fasilitas yang memadai untuk memungkinkan terselenggaranya Pencegahan Kebakaran Hutan secara efisien dan efektif.
      3.    Pengembangan sistem komunikasi  
Sistem komunikasi perlu dikembangkan seoptimal mungkin sehingga koordinasi antar tingkatan ( daerah sampai pusat ) maupun antar daerah bisa berjalan cepat. Hal ini akan mendukung kelancaran early warning system, transfer data, dan sosialisasi kebijakan yangberkaitan dengan kebakaran hutan.

Tindakan Mitigasi Kebakaran Hutan Itu.......

Berdasarkan siklus waktunya, kegiatan penanganan bencana dapat dibagi 4 kategori:
1. Kegiatan sebelum bencana terjadi ( mitigasi )

2. Kegiatan saat bencana terjadi ( perlindungan dan evakuasi )
3. Kegiatan tepat setelah bencana terjadi ( pencarian dan penyelamatan )
4. Kegiatan pasca bencana  ( pemulihan/penyembuhan dan perbaikan/rehabilitasi )

Tindakan Umum Sebelum Kebakaran Hutan :
1.    Menyiapkan peralatan kesehatan di daerah rawan kebakaran.
2.    Mengaktifkan semua peralatan pengukur debu di daerah rawan kebakaran.
3.    Menyediakan waduk air di daerah rawan kebakaran.
4.    Membuat parit api untuk mencegah meluasnya kebakaran.
5.    Mengembangkan partisipasi masyarakat di kawasan rawan kebakaran:
a.   Pembentukan organisasi pengendalian kebakaran hutan/lahan
b.   Membuat peta kerawanan kebakaran

c.   Penyiapan regu pemadam
d.   Penentuan lokasi Pos Pengamatan
e.   Membangun menara pengawas
f.    Inventarisasi lokasi titik-titik api
         
g.   Berkoordinasi dengan instansi pengamat cuaca dan iklim
h.   Simpan senter dan radio portabel untuk mengantisipasi mati listrik
i.    Tidak membuang puntung rokok sembarangan
j.    Berladang secara bergiliran dan senantiasa dipantau
k.   Peladang hanya membakar lahan yang benar-benar kering
6.    Menentukan tingkat siaga dan tindakan pengendalian kebakaran hutan/lahan:
·                   NORMAL :
1.      Tidak diperlukan patroli atau pendeteksian langsung di lapangan.
2.      Memastikan semua peralatan pemadam siap digunakan.

3.      Pelaksanaan program penyadaran untuk pencegahan kebakaran hutan/lahan.
4.      Melakukan kegiatan pelatihan penyegaran untuk staf pemadam kebakaran.

5.      Memonitor, mengevaluasi, dan mengelola seluruh informasi dan laporan mengenai kebakaran hutan dari kabupaten/kota.

·                   SIAGA III :
1.      Patroli/deteksi taktis bila diperlukan, tergantung pada kondisi lokal.
2.      Memastikan semua peralatan dan personil pemadam siap digunakan.
3.      Melaksanakan sosialisasi kampanye/penyuluhan pada daerah rawan kebakaran hutan/lahan.
4.      Mempersiapkan posko kebakaran hutan dan lahan serta menyebarluaskan nomor telepon, faksimili dan daftar nama petugas ( koordinator ) yang dapat dihubungi dimasing-masing daerah.

·               SIAGA II :
1.      Melakukan patroli dan deteksi lapangan minimal 5 kali perminggu.
2.      Meningkatkan jumlah peralatan pemadam kebakaran dan personil yang ditugaskan di lokasi kebakaran.
3.      Memfokuskan program pencegahan kebakaran pada daerah yang memiliki tingkat resiko kebakaran tertinggi.
4.      Melakukan kampanye/penyuluhan/penyebarluasan informasi bahaya kebakaran hutan dan lahan melalui media cetak dan media elektronik.
5.      Pemimpin daerah mempertimbangkan untuk laranan sementara pembakaran /penyiapan lahan.
6.      Melakukan koordinasi dan pemadaman hutan/lahan secara terpadu.

·               SIAGA I :
1.      Melakukan patroli atau deteksi lapangan setiap hari perminggu.
2.      Menyaiagakan posko kebakaran hutan dan lahan selama 24 jam perhari.
3.      Melakukan pemadaman kebakaran hutan menggunakan seluruh peralatan dan personil.
4.      Mengerahkan seluruh personil, staf pendukung dan melibatkan masyarakat.
5.      Meningkatkan koordinasi dan mobilitas seluruh sumber daya secara terpadu.
6.      Pemimpin daerah mengeluarkan larangan pembakaran saat penyiapan lahan.

Tindakan Warga Mengamankan Rumah Sebelum Kebakaran Hutan :
1.      Gunakan masker bila udara telah berasap.

2.      Bersihkan daun-daun dari pancuran atap, atap dan pipa dari atap ke tanah. Serta memasang penyaring daun dari logam yang berkualitas.
3.      Menutup lubang angin atap dengan kawat kasa halus.
4.      Mengatur lokasi tumpukan kayu cukup jauh dari rumah.
5.      Hindari menumpuk potongan pohon, rumput, dan sejenisnya di belakang rumah, kebun, dan semak-semak.
6.      Pastikan selang air kebun cukup panjang dan mencapai pinggir jalan.
7.      Tanam jenis pohon yang tidak mudah terbakar.

8.      Bila mampu, belilah pompa air yang mudah dibawa untuk menyedot air dari kolam atau tangki air.
9.      Pahami cara menghubungi unit pemadam kebakaran terdekat.
10.   Pastikan alat pemadam api berfungsi dengan baik.
11.   Meliburkan sekolah dan kantor.

Tindakan Memadamkan Api Saat Terjadi Kebakaran :
1.      Mengisolasi api agar tidak merembet de daerah lain.  Teknik sekat bakar ini bisa dilakukan dengan peralatan sederhana dan petugas tidak terlatih. Teknik ini berhasil jika api tidak terlalu besar dan angin tidak kencang.
2.      Secepat mungkin menyemprot dengan alat pemadam sederhana, misal pompa punggung atau pompa portable ( mudah dipindah-pindah ).

3.      Membuat sekat bakar menggunakan alat berat/buldoser di kawasan semak.

4.      Mengerahkan pesawat pembom air.



5.      Membuat hujan buatan.

Tindakan Umum Warga Saat Terjadi Kebakaran Hutan :
1.      Jangan masuk ke semak-semak jika ada asap dan api di daerah itu.
2.      Padamkan api kecil dengan selang air, sekop, dan ember logam.
3.      Tetap tenang dan melaporkan kebakaran ke instansi berwenang.
4.      Periksalah jika tetangga kaum lanjut usia perlu bantuan.
5.      Penentuan jalur dan evakuasi penduduk lokasi kebakaran.
6.      Jika Anda memilih untuk mengungsi sendiri lakukanlah jauh sebelumnya.
7.      Jika diperintah petugas untuk mengungsi Anda harus patuhi, kemasi dokumen atau barang berharga.
8.      Memakai kemeja lengan panjang, celana panjang, dan alas kaki kuat.

Tindakan Warga Di Rumah Saat Terjadi Kebakaran Hutan :
1.      Jika mungkin, isi pancuran atap rumah penuh dengan air.
2.      Tutup seluruh jendela dan pintu.
3.      Sumpal spasi-spasi di bawah pintu dengan handuk/selimut basah.
4.      Tinggal di dalam rumah.
5.      Hidupkan air conditioner.
6.      Tutup kaca kendaraan selama perjalanan.
7.      Gunakan pembersih udara ( Air cleaner ).
8.      Pakai masker khusus.
9.      Selalu memantau angka ISPU dengan patokan sebagai berikut :
·           ISPU          :        400
Ø  Kategori                               :    Sangat berbahaya
Ø  Dampak kesehatan            :    Berbahya bagi semua orang, terutama balita, ibu hamil, dan orang tua.
Ø  Tindakan pengamanan       :    Semua orang harus tinggal di rumah, tutup pintu, dan jendela. Segera dilakukan evakuasi selektif bagi orang berisiko seperti balita, ibu hamil, orang tua dan penderita gangguan pernafasan ke tempat / ruang bebas pencemaran udara.

·         ISPU         :           300 – 399
Ø  Kategori                               :    Berbahaya
Ø  Dampak kesehatan            :    Bagi penderita suatu penyakit gejalanya akan semakin serius dan orang sehat akan merasa mudah lelah.
Ø  Tindakan pengamanan       :    Penderita penyakit ditempatkan pada ruang bebas pencemaran udara. Aktivitas kantor dan sekolah harus mengguankan AC Air Purifier.

·         ISPU         :           200 – 299
Ø  Kategori                                :    Sangat tidak sehat
Ø  Dampak kesehatan             :    Pada penderita ISPA, pneumonia, dan jantung gejalanya akan meningkat.
Ø  Tindakan pengamanan        :    Aktivitas di luar rumah harus dibatasi, perlu dipersiapkan ruang khusus untuk perawatan penderita di rumah sakit / puskesmas.

·         ISPU         :           101 – 199
Ø  Kategori                                :    Tidak sehat
Ø  Dampak kesehatan            :    Dapat menimbulkan gejala iritasi pada saluran pernafasan.
Ø  Tindakan pengamanan      :    Menggunakan masker atau penutup hidung bila melakukan aktivitas di luar rumah dan aktivitas fisik bagi penderita jantung dikurangi.

·         ISPU         :           51 – 100
Ø  Kategori                                :    Sedang
Ø  Dampak kesehatan            :    Tidak ada dampak kesehatan
Ø  Tindakan pengamanan      :    Tidak ada tindakan pengamanan

·         ISPU         :           <50
Ø  Kategori                                :    Baik
Ø  Dampak kesehatan             :    Tidak ada dampak kesehatan
Ø  Tindakan pengamanan       :    Tidak ada tindakan pengamanan

Tindakan Setelah Terjadi Kebakaran Hutan :
1.      Menginventarisasi kerugian.
2.      Menganalisis program pemulihan akibat dampak kebakaran hutan.
3.      Menginventarisasi penyakit yang belum sembuh dan memerlukan perawatan, pengobatan, dan pengamatan terus menerus.